"Hik... hik... hik...! Selamat datang, Bocah Bagus. Selamat menikmati keindahan puri ini," ujar Ratu Ular.
Abimanyu terkejut menjumpai dua orang perempuan yang aneh itu. Yang satu bertubuh bongkok dan sudah keriput Rupanya dialah yang berjuluk Ratu Ular. Sedang yang lainnya, gadis manis dengan beratus-ratus ekor ular bertengger di kepalanya.
Apakah yang akan dilakukan Ratu Ular terhadap Abimanyu? Dan, siapa dara manis yang bersama Ratu Ular itu? Apakah gadis itu yang berjuluk Ratu Sihir Puri Ular?
Lalu, bagaimana sikap kepala desa Gatareja, yang mengetahui anak bungsunya berada dalam kekuasaan Ratu Ular? Dan, bagaimana tindakan Raja Petir dalam menangani masalah ini?!

"Anak muda, rupanya kau belum tahu siapa gadis itu! Kau hanya terpengaruh oleh kecantikannya, namun tak mengetahui bahwa ia adalah sumber malapetaka di negerinya. Gadis penyebar cinta itu adalah gadis terkutuk!" Soka Pura tertegun mendengar penjelasan itu. Tengkuk kepalanya sempat merinding mendengar penjelasan Raksa Braja.

Tetapi si pendekar berjubah itupun bergerak semakin dahsyat dengan senjata golok hitamnya. Golok tersebut seolah-olah menari-nari ke sana kemari me¬nyambut setiap libatan pedang Tungkoro, bagaikan se¬orang gadis yang selalu menyongsong setiap gerak tarian seorang jejaka.
Tidak jarang kedua senjata itu saling bersentuhan, bahkan berbenturan dengan suara gemerincing dibarengi letupan bunga api. Dalam saat-saat demikian Tungkoro selalu berhati-hati, sebab setiap benturan itu terasalah betapa tangan kanannya menjadi nyeri.

"Seno.... Seno...," mendadak lelaki bertopeng menyebut nama kecil Pendekar Bodoh. Tapi karena suaranya amat pelan, tak ada orang lain yang dapat mendengarkannya. Tak juga Pendekar Bodoh yang sebenarnya punya indera pendengaran amat tajam.
"Seno.... Seno...," sebut lelaki bertopeng lagi. "Wajah pemuda itu mirip sekali.... Yah! Mirip sekali! Benarkah dia Seno Prasetyo, putra Dewi Ambarsari...?"

"Terlalu berani kau bicara di depanku begitu, Cambuk Dewa!" geram Leak Parang, kemudian ia kibaskan tangan kanannya ke samping.
Wuuut...! Maka terpeciklah bunga api warna biru kemerah-merahan yang menyebar terbang bagai ribuan kunang-kunang. Percikan sinar kecil-kecil itu menggerombol dan membentuk serangan serentak ke tubuh Cambuk Dewa. Tetapi anak muda itu segera sentakkan kakinya ke tanah dan tubuhnya melenting ke atas hindari percikan sinar tersebut. Sebatang pohon menjadi sasaran berikut. Pohon itu bagai disergap oleh ribuan kunang-kunang ganas. Kurang dari setengah helaan napas, pohon itu menjadi keropos dan mati tanpa roboh. Daunnya berhamburan, kulit batangnya mengelupas kering. Bahkan beberapa dahannya ada yang jatuh ke tanah tanpa bunyi akibat terlalu ringannya.

"Cepat...! Raden Mas Kinanjar Swantaka dalam bahaya...." Wintara tidak sabar. Dari luar ruangan terdengar langkah beberapa orang mendekati ruangan di mana Wintara dan Umbara Komang berusaha membuka tambang-tambang yang membelit sekujur tubuh mereka. Terdengar pula langkah-langkah itu berhenti di depan pintu, lalu suara gembok yang gemeretak berbarengan dengan itu pintu pun membuka lebar. Nampaklah tiga orang memasuki ruangan. Dua orang masuk dengan membawa dua buah nampan berisi makanan. Seorang lagi berkacak pinggang sambil memainkan anak kunci.

Ketegangan itu pun pecah! Di bawah pimpinan Malaikat Berdarah Biru, para iblis yang bersekutu itu mengamuk membabi buta. Pertarungan pun tak terhindarkan! Satu persatu tokoh-tokoh dari kedua golongan yang bertarung itu tumbang! Menghadapi Geger Para Iblis, Pendekar Mata Keranjang pun harus mengadu jiwa. "Ajalmu hanya menunggu kapan aku kehendaki!" teriak Malaikat Berdarah Biru pada pendekar tampan yang sedang terdesak itu. Di lain pihak, Putri Tunjung Kuning, seorang dari para sekutu iblis itu justru pengagum ketampanan pendekar yang kini jadi musuh mereka!

"Kraaakk!"
Suara tulang patah terdengar cukup keras, menyusul tubuhnya meluncur terdorong oleh keranda yang tiba-tiba melesat dan menghantam punggungnya tadi.
Braaakkk!
Wajah serta dadanya kontan remuk begitu menghantam sebuah pohon.
Wuuungg!!
Keranda itu melesat berbalik dan jatuh lagi di hadapan Keranda Iblis setelah menyusur tanah.
Di lain pihak, Ratu Tanah Terbuang tersenyum puas. Dia juga tidak menyangka akan berjumpa dengan adik seperguruan gurunya. Ini merupakan satu kesenangan tersendiri.
"Paman...," panggilnya sambil merangkapkan kedua tangannya di depan dada. Meskipun suaranya sopan, tetapi tatapannya tetap mengandung kecurigaan.

Laksamana Chou memandang Jaka Bego dengan-kedongkolan yang masih ditahannya. Maksudnya ia ingin menyuruh Jaka Bego diam, tidak membicarakan soal gelar. Tapi Jaka Bego mengira, Laksamana ragu-ragu dalam memberikan gelar untuk Lanangseta. Makanya Jaka Bego segera menyahut lagi, "Tuan... saya rasa gelar Pendekar Pusar Perempuan itu cukup langka di dunia ini. Iya, kan...? Atau... atau, o ya, saya punya gagasan lain. Begini... bagaimana kalau kita berikan gelar baru kepadanya dengan julukan Pendekar Maha Pusar... eh, jangan-jangan... jangan itu. Ini saja, hem... Pendekar... Pendekar Malaikat Pusar. Nah, itu saja, Tuan. Saya rasa itu cocok untuk...!"

Ketika Yaniswara nyaris saja dimangsa Kebo Ireng, dirinya diselamatkan oleh Wirogundi. Namun Wirogundi kemudian hendak memperkosanya, karena gadis cantik putri Lodra Sawala itu mirip kekasihnya, Anjarweni, yang telah gugur dalam pertempuran! Sementara Pengemis Binal yang melanjutkan perburuannya menangkap Kebo Ireng, justru mendapati sosok manusia sebesar kerbau itu tengah bertarung dengan Wirogundi. Mau tak mau Pengemis Binal yang kali ini didampingi Ingkanputri, terjun membantu Wirogundi!
Bagaimana Pengemis Binal harus menghadapi Bangkitnya Kebo Ireng?! Padahal ia pernah dikalahkan sosok yang berjuluk si Pantang Mati itu!

Manusia Pemarah yang tengah mencecar dengan ilmu 'Sinar Ungu' nya seketika membentak, "Ayu! Jangan gegabah! Lebih baik kau menyingkir dari sini!"
"Tidak, Guru! Aku harus menghadapi juga manusia celaka itu!" bentak Ayu Wulan tanpa menghiraukan larangan gurunya, segera dilepaskannya jurus 'Sejuta Pesona Bunga'. Saat itu juga menghampar aroma bunga yang luar biasa menyejukkan hati, menindih aroma wangi yang keluar dari asap yang dihembuskan oleh cangklong Dewa Bumi.

Lima belas tokoh rimba persilatan telah tewas dalam suatu undangan berdarah yang disebarkan Iblis Penghela Kereta. Kemunculan Iblis Penghela Kereta yang menguasai Lembah Ular ini pun, segera menjadi momok bagi orang-orang persilatan! Rimba persilatan berubah menjadi banjir darah! Untuk itu, Pendekar Slebor mempergunakan segala kepandaian dan kecerdikannya untuk menaklukkan Iblis Penghela Kereta. Tetapi rupanya, ada sebuah ilmu yang dimiliki Iblis Penghela Kereta dan belum diketahui oleh Pendekar Slebor! Bagaimanakah pendekar urakan itu harus menangkalnya?!

"Pengecut!" desis Rangga geram.
"Minggir kau, Anak Muda! Jangan ikut campur urusan kami!" bentak Setan Tongkat Putih.
Pendekar Rajawali. Sakti tidak menghiraukan empat orang yang melarangnya. Dia langsung mengangkat tubuh gadis itu, dan membawa pergi secepatnya.
Setan Tongkat Putih, Dewa Pedang Emas, Dewi Bulan Hitam, dan si Kipas Naga hanya terperangah menyaksikannya.
Mengapa empat tokoh kosen rimba persilatan itu sampai mengeroyok seorang gadis berbaju putih? Dan siapa sesungguhnya gadis yang ditolong Rangga?
Peristiwa apakah yang sedang terjadi di desa Jalakan?
Apakah Pendekar Rajawali Sakti akan tersangkut dalam peristiwa Ladang Pembantaian ini...?

Munculnya seorang Pengemis Sakti beraliran putih menggoncangkan dunia persilatan. Sebab, sebelum kemunculannya, kekejaman, kejahatan di desa itu dianggap biasa saja.
Namun kehadiran Pengemis Sakti itu menimbulkan reaksi para tokoh pendekar ilmu hitam.
Kini sebaliknya secara misterius kejahatan itu ditumpas satu-persatu.
Tapi siapa yang melakukannya?
Sedangkan kehadiran Pendekar Gagak Rimang menjadi tanda tanya dan jadi sumber tuduhan fitnah.

Ratu Pewaris Iblis tidak berani bertindak ayal. Dia juga tidak berani menerobos masuk ‘Barisan Naga Iblis’. Karena nenek ini maklum, untuk menerobos ‘Barisan Naga Iblis’, diperlukan tenaga dalam berlipat-lipat untuk menghadang setiap pukulan yang datang susul menyusul dan bergelombang.
Ratu Pewaris Iblis menunggu. Begitu ‘Barisan Naga Iblis’ berada empat langkah di hadapannya, dia melesat mundur. Saat bersamaan tangan kanannya yang memegang Sapu Tangan Iblis menyentak.
Wuutt!
Satu warna merah menderu angker ke arah Tokoh-tokoh Penghela Tandu.

Sepak terjang Pendekar Gila membuat dunia persilatan gempar. Sampai-sampai seorang tokoh sesat berjuluk Siluman Tongkat Beracun takut kepadanya! Pendekar Naga Putih yang sebelumnya telah mengenal Wirya Saka, ternyata melihat adanya ketidakberesan dalam diri pemuda itu! Ketidak beresan apakah yang membuat Wirya Saka menjadi gila? Mengapa pemuda itu tega melakukan pembunuhan-pembunuhan keji? Benarkah kegilaannya karena mewarisi ilmu-ilmu tinggi dari Goa Ular? Dan, bagaimana Panji harus mengungkapkan keanehan sifatnya itu?

" Grauuuumm...!"
Kembali terdengar suara auman yang benar-benar sangat memekakkan gendang-gendang telinga.
"Arggk! Arggkh!"
Terdengar jeritan kesakitan dan robekan kain yang tercabik-cabik. Dengan buas siluman itu membantai mangsanya. Namun begitu lawan-lawannya itu meregang ajal dengan luka-luka yang sangat mengerikan, maka Siluman Harimau Kumbang tak lama kemudian sudah berlari menjauh meninggalkan mayat-mayat bekas korbannya yang bergeletakan begitu saja.

"Apa yang terjadi dengan mereka?"
"Kami dihadang oleh seorang lelaki berwajah garang. Ketika kami sedang menggempurnya, datang tiga orang lain. Satu orang bertubuh gemuk buncit, satu orang wanita cantik yang dulu gagal kami culik dan seorang pemuda yang pernah mengusik tapa kami di goa. Lalu aku memutuskan untuk membawa perempuan ini dulu kepada Eyang."
Wajah arwah Manusia Makam Keramat terlihat keruh. Matanya membersitkan sinar murka.
"Aku sudah tahu pemuda itu. Tapi aku belum tahu dua orang yang lain...," geramnya.
"Aku ingin sekali memperlihatkan bayangan semu lelaki gendut buncit dan perempuan cantik itu pada Eyang. Tapi tentu Eyang tahu aku tak bisa melakukannya tanpa melengkapi jumlah kami menjadi sembilan orang."

Suro tepuk keningnya. Kepala pemuda itu langsung pusing. "Gila kalau ke empat gadis cantik ini semuanya mengabdi padaku mana tahan!" pikir si pemuda. Si konyol lalu bertanya. "Kalau kalian kusuruh memijit tubuhku apakah mau?"
"Wah, mau sekali. Disuruh mijit luar dalam sampai bagian yang paling dalam pun kami mau saja." sahut gadis itu.
Suro menghampiri gadis yang terluka tersebut. "Aku mau menyembuhkan kau. Buka mulutmu!"
Tanpa curiga si gadis membuka mulutnya. Suro memasukkan obat pulung berwarna hitam pemberian gurunya Malaikat Berambut Api. Obat itu pahit rasanya.
"Kau memberiku apa?"
"Obat?"
"Kok bentuknya bulat seperti itu?"

"Bunuh dia, Mei Lie...!" perintah Dewi Pemuja Setan dari awan tipis yang menyelimuti tubuhnya.
"Mei Lie, aku Sena.... Sadarlah! Kau dalam pengaruh ilmu hitamnya!" Pendekar Gila berusaha menyadarkan Mei Lie.
"Jangan hiraukan dia! Dia juga mencarimu sebagai Titisan Dewi Kuan Im! Kau harus membunuhnya...!"
Dengan ilmu sihirnya, Dewi Pemuja Setan terus mempengaruhi Mei Lie untuk membantai semua tokoh-tokoh persilatan yang berusaha mencari dan mendapatkan Titisan Dewi Kuan Im.
Lalu, benarkah Mei Lie sendiri yang merupakan titisan Dewi Kuan Im? Dan, bagaimana reaksi Pendekar Gila setelah mengetahui rahasia wanita yang dicintainya ini?

"Bayu, aku titip Wulan padamu...," lirih sekali suara Nyai Wanasa.
Bayu mengangguk tegas, sambil melirik Wulan yang berlinangan air mata memeluk ibu angkatnya.
"Siapa yang melakukan semua ini, Bu...?" tanya Wulan agak tersendat suaranya.
"Lima Setan... dari Barat...," Nyai Wanasa tidak melanjutkan lagi kata-katanya. Dia menghembuskan napasnya yang terakhir di dalam pelukan Ratna Wulan, anak angkatnya ini.
Sementara Bayu hanya tertunduk saja. Dia belum tahu mengapa Lima Setan dari Barat membantai habis seluruh keluarga Ki Wanasa!
Bayu sendiri masih bingung, bagaimana harus menjaga Wulan, seorang gadis cantik yang dititipkan padanya? Apalagi gadis itu diam-diam menaruh per hatian pada sang pendekar!

"Iya, iya... tapi sabar dulu!" sentak Pendekar Mabuk dengan suara berbisik. "Kita lihat dulu siapa yang unggul dalam pertarungan ini dan apa persoalan yang mereka pertarungkan sebenarnya?!"
Kedua perempuan itu saling mencabut pedang masing-masing. Sraaang...! Kemudian keduanya sama-sama lakukan lompatan menyerang, dan tubuh mereka saling bertemu di udara.
"Heeaaat...!"
Trang, trang, trang, trang...!
Weess...! Craass...!
Sumbaruni berhasil menyambar lambung Peluh Setanggi dengan pedangnya. Lambung itu pun robek dan Peluh Setanggi mendaratkan kakinya saling memunggungi dengan mendekap luka menggunakan tangan kirinya. Darah merembes basah dari sela-sela jari yang digunakan mendekap luka.

"Ah... itu hanya nama palsu bukan? Nama yang diberikan orang sesudah kau menjadi dewasa? Aku tanya namamu yang sebenarnya."
Terkejutnya Mahesa Kelud mendengar ucapan Dewi Ular Emas itu. Bagaimana Dewi Ular tahu bahwa Mahesa Kelud adalah nama palsunya? Nama yang disuruh pakai oleh gurunya Embah Jagatnata waktu dia turun dari Gunung Kelud sekitar tiga tahun yang silam?
"Namaku sebenarnya adalah Panji Ireng, Dewi." kata Mahesa Kelud akhirnya memberi-tahu.
Dewi Ular Emas tersenyum dan anggukkan kepala. Dia mengambil keris yang berdiri di atas lidah ular besar lalu berkata. "Berdirilah Panji Ireng."

"Ah...!"
Pengemis Tongkat Merah mengeluarkan seruan tertahan. Tubuhnya terangkat ketika Arya menggerakkan tongkatnya ke atas. Betapa pun nenek bertongkat merah ini mengerahkan tenaga dalam untuk memberatkan tubuhnya, usahanya sia-sia. Tubuhnya semakin terangkat ke atas.
Tindakan pemuda berambut putih keperakan itu tidak berhenti sampai di situ saja. Tangan yang mencengkeram tongkat disodokkan ke depan. Tongkat itu pun dengan telak menghantam perut Pengemis Tongkat Merah. Terdengar bunyi keluh kesakitan dari mulut nenek berpakaian penuh tambalan.
Pengemis Tongkat Merah terpental ke belakang. Tongkat merah di tangannya terlempar dari pegangan dan jatuh ke tanah. Karena Arya yang menggenggamnya melepaskan pegangan pada tongkat begitu tubuh Pengemis Tongkat Merah terpental.

"Kurang ajar! siapa yang telah perintahkan kalian dengan tugas gila itu? Aku toh cuma lewat saja tanpa mengganggu atau berbuat apa-apa! mengapa setiap orang yang lewat harus dibunuh?" bentak Nanjar dengan mata mendelik gusar.
Akan tetapi si baju kuning ini telah memberi tanda pada anak buahnya untuk segera turun tangan. Belasan orang berpakaian serba hitam itu serentak berlompatan mengurung si Dewa Linglung dengan masing-masing telah mencabut senjatanya.
"Bagus! Haha... kuperingatkan pada kalian, menyingkirlah kalau masih mau selamat. Kalau kalian membandel tahu sendiri akibatnya!" berkata Nanjar dengan jumawa. Seperti tiada menghiraukan adanya bahaya, seenaknya saja pemuda ini melangkah terus.

Perjalanan Tari sampai ke Kuripan. Dan ia mengalami peristiwa yang mungkin mengubah jalan hidupnya. Seorang ksatria hidung belang telah meruntuhkannya untuk dijadikan salah satu hiasan di tempat Emban Layarmega, yang menyediakan hiburan bagi para pria iseng di zaman itu.
Sementara itu angin maut Dewi Candika mungkin telah tiba pula di Kuripan saat seorang ksatria lain, Ra Sindura, ingin membaktikan diri.

Pertarungan demi pertarungan dimenangkan Saburo, namun mereka kian terpojok. Ratusan samurai terus memburu untuk memenggal kepalanya.
Saburo dan Yoshioka menuju Suruga, tetapi di sana, Imagawa Yoshimoto tengah menghadapi pengkhianatan panglima perangnya, yang bersekongkol dengan Tazumi, bekas gundik ayah Imagawa, yang menginginkan tahta keshogunan Imagawa.
Buku ini secara mempesona memaparkan intrik kekuasaan yang terjadi di lingkungan istana. Tokoh-tokoh bermunculan, masing-masing dengan napsu dan dendamnya sendiri-sendiri.
JANGAN SAMPAI TERLEWATKAN!
SEMAKIN MEMUKAU DAN MEMPESONA!

Putri Bong Mini dibawa seseorang ke Gunung Muda, tempat kediaman Kanjeng Rahmat Suci. Di tempat kediaman yang baru itu, Bong Mini langsung diangkat Kanjeng Rahmat Suci sebagai muridnya. Putri Bong Mini mendapatkan ilmu-ilmu yang belum pernah dikenalnya. Mulai dari ilmu batin ilmu kekebalan tubuh, sampai pada ilmu-ilmu kesaktian tingkat tinggi lain. Hingga pada saat-saat terakhir melakukan puasa empat puluh hari empat puluh malam,
Bong Mini bertemu dengan Putri Teratai Merah dari alam gaib. Putri itu memberikan warisan berupa Pedang Teratai Merah yang amat sakti. Benarkah keberadaan pedang tersebut diincar oleh kaum rimba persilatan? Ternyata benar, pedang itu memang bisa bergerak-gerak sendiri dan membela pemiliknya!

"I... iya, Bunda! Meski tidak membantu Siluman Ular Putih, namun sebenarnya kami terus mengamat-amatinya. Dan sewaktu pemuda itu tengah terdesak hebat menghadapi kelima orang pengeroyoknya, kami pun siap pula membantu. Namun sayang, tiba-tiba seorang lelaki tua sakti keburu membantu Siluman Ular Putih. Dan berkat bantuannya pemuda itu pun dapat lolos dari keroyokan. Dan ia langsung menuju Lembah Kodok Perak," jelas Setan Cantik begitu dapat mengendalikan perasaan gugupnya.
Bunda Kurawa menghela napas lega. Baginya, yang penting Siluman Ular Putih dapat melanjutkan perjalanannya ke Lembah Kodok Perak. Dengan demikian ia masih punya harapan untuk mendapatkan Kitab Kodok Perak Sakti.

Dendam telah menjarah hatinya, menjadikan dia tak menyadari siapa sebenarnya orang-orang yang dijadikan tumpahan dendamnya. Ayahnya mati terpotong kepalanya oleh Wulung Seta, yang sebenarnya ia cintai.
Dengan bantuan Pamannya yang bernama Rangga Bargawa atau Banas Pati, ia kembali mengumbar nafsunya membunuh....
"Dewi Mawar Kematian, dulu nyawamu aku ampuni. Tapi kini...."
"Siapa, kau?" bentak Dewi Bunga Kematian.
"Akulah orang yang kau cari! Aku Jaka Ndableg, murid tunggal Ki Bayong musuh paman gurumu...!" jawab Jaka dengan senyum sinis.
Apa yang dilakukan Angelir setelah mendapatkan ilmu yang tinggi dari paman gurunya? Apakah dua raja muda itu akan menjadi korban pembalasan dendamnya? Bagaimana pula dengan Jaka? Untuk lebih jelasnya silahkan anda ikuti kisah ini!

"Sokaaa...!"
Brrus,..! Cup, cup, cup...!
Raka Pura kebingungan dan nyaris pingsan karena dicium oleh seorang gadis secara bertubi-tubi. Ciuman itu bagaikan membabi buta dan merupakan ungkapan suatu kerinduan yang tak tertahankan.
"Bbab... buub... bbeeb... aabb... buub...."
"Aku rindu padamu, Soka! Aku rindu sekali padamu! Huumm, aaah...!"
Gadis cantik itu mengakhiri ciumannya setelah ciuman panjang yang terakhir membuat pipi Raka Pura menjadi merah, di Samping itu wajah Raka pun memang sudah menjadi merah akibat gelagapan mendapat ciuman bertubi-tubi.